Medium Jadi Pelarian? Cara Gen Z Menjauh dari Hiruk Pikuk Sosmed

SODACAN – Di tengah gegap gempita dunia media sosial yang serba cepat dan penuh tekanan, sebagian Gen Z mulai mencari alternatif untuk mengekspresikan diri bukan lewat video pendek, foto estetik, atau status singkat, tapi lewat tulisan panjang yang reflektif. Di sinilah Medium muncul sebagai oase digital yang memberi ruang untuk bernapas, berpikir, dan menyampaikan suara dengan lebih mendalam.

 

Berbeda dengan Instagram atau TikTok yang mengedepankan visual dan viralitas, Medium menawarkan pendekatan yang lebih tenang dan personal. Platform ini mendorong penggunanya untuk berbagi pengalaman, opini, bahkan keresahan secara tertulis tanpa terburu-buru. Bagi sebagian Gen Z, menulis di Medium menjadi cara untuk “melambat” dari dunia yang terus-menerus menuntut respons instan.

 

Generasi ini tumbuh dengan paparan konten yang sangat padat scrolling tanpa henti, notifikasi yang tak pernah berhenti, dan tekanan sosial untuk selalu terlihat aktif. Dalam kondisi ini, Medium jadi tempat untuk rehat. Di sana, tidak ada algoritma yang menuntut engagement tinggi atau visual yang harus sempurna. Yang penting adalah isi, bukan impresi.

 

Banyak Gen Z menggunakan Medium sebagai jurnal publik: mencurahkan pikiran tentang kesehatan mental, membahas isu sosial, hingga membagikan cerita hidup yang personal. Tulisan-tulisan ini tak hanya jadi media ekspresi, tapi juga wadah refleksi diri. Dalam proses menulis, mereka menemukan makna, mengurai kebingungan, dan terkadang menemukan pembaca yang merasa hal yang sama.

 

Baca Juga: Rekomendasi 5 Lagu yang Cocok dinikmati di Hari Senin!

 

Medium juga menjadi alat untuk membangun identitas digital yang lebih substantif. Di tengah tren personal branding, punya portofolio tulisan yang kuat bisa jadi nilai tambah, terutama bagi mereka yang tertarik pada dunia kreatif, teknologi, atau komunikasi.

 

Meski tidak sepopuler media sosial lainnya, kehadiran Medium di kalangan Gen Z menunjukkan satu hal: tidak semua generasi muda hanya ingin menjadi viral. Ada juga yang ingin dimengerti, didengar, dan terhubung lewat kata-kata. Medium, dalam hal ini, bukan sekadar platform menulis tapi tempat bernaung bagi pikiran-pikiran yang tak ingin berlomba di tengah kebisingan dunia digital.

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *