SODACAN – Industri film kerap digambarkan sebagai dunia glamor, penuh sorotan, dan pengakuan. Namun di balik layar, terdapat realitas yang jarang terungkap. Sisi gelap yang perlahan-lahan menggerogoti kesehatan mental para aktor. Mereka yang kita puja karena kepiawaian dalam memainkan karakter ternyata menyimpan masalah kesehatan mental yang mendalam.
Peran dalam sebuah film bukan sekadar akting. Bagi banyak aktor, mendalami karakter berarti harus mengaburkan batas antara realitas dan fiksi. Ironisnya, semakin total seorang aktor menjiwai peran, semakin besar pula risiko kehilangan dirinya sendiri.
Dunia Akting dan Tekanan Psikologis
Di dunia perfilman, method acting menjadi pendekatan yang banyak dipakai untuk mencapai performa otentik. Teknik ini mengharuskan aktor benar-benar “menjadi” karakter yang diperankan untuk meniru kebiasaan, logika berpikir, hingga perasaan terdalam dari karakter tersebut.
Method acting dikenal memiliki efek psikologis serius. Banyak aktor mengaku merasa kehilangan identitas, kesulitan kembali menjadi diri sendiri, bahkan mengalami depresi pasca produksi.
Dampak pada Aktor Internasional
1. Heath Ledger (Joker – The Dark Knight, 2008)
Ledger mempersiapkan peran Joker dengan mengurung diri selama sebulan di hotel sambil menulis diary karakter. Ia kemudian menyebut peran itu “fisik dan mental sangat melelahkan”, bahkan hanya tidur dua jam per hari pada beberapa malam syuting.

Ketika diwawancarai ia menjelaskan bahwa ia harus “menjadi sosiopat tulen” untuk suara dan tawa Joker. Rumor sempat beredar bahwa kondisi ini mempengaruhi kesehatan mental Ledger, walau saudara-saudaranya menyatakan ia menikmati proses kreatif tersebut. Namun fokus intens dan insomnia berat yang dialaminya adalah contoh nyata bagaimana pendalaman ekstr
2. Joaquin Phoenix (Joker, 2019)
Untuk berperan sebagai Arthur Fleck, Phoenix memangkas 24 kg tubuhnya secara drastis. Ia mengaku berat badan yang hilang tersebut menimbulkan “suatu gangguan” obsesif: setiap hari ia terobsesi mengontrol bobot hanya selisih 0,3 ons.
Baca Juga: Bersuara Lewat Musik dan Meme, Ketika Ekspresi Populer menjadi Sikap

Phoenix berkata, “setelah mencapai target berat, kamu benar-benar mengembangkan semacam gangguan” yang membuatnya terus-menerus cemas tentang berat badannya. Penurunan berat badan ekstrem itu berdampak serius pada kesehatan fisik dan mentalnya.
3. Michael B. Jordan (Erik Killmonger – Black Panther, 2018)
Jordan bercerita dalam acara Oprah SuperSoul Conversations bahwa setelah syuting ia benar-benar harus “ke terapi” untuk memulihkan diri. Ia mengatakan perannya membuatnya mengisolasi diri (“I spent a lot of time alone”).

Saat diwawancara, Jordan menegaskan menyibukkan diri dengan berbicara ke terapis sangat membantu karena “kita semua perlu membongkar dan membicarakan” emosi pasca syuting.
4. Austin Butler (Elvis Presley – Elvis, 2022)
Butler benar-benar mengorbankan kehidupannya untuk peran Elvis. Selama hampir tiga tahun persiapan ia nyaris putus kontak dengan keluarga. “Ada bulan-bulan aku tidak bicara dengan siapa pun. Dan jika bicara, semua pikiranku adalah tentang Elvis,” ungkapnya.

Setelah syuting, Tom Hanks bahkan menasihatinya agar segera berpindah proyek demi kesehatan mental: “Kamu telah terbenam begitu dalam pada Elvis, untuk kesehatan mentalmu sebaiknya langsung terus ke proyek lain… kalau tidak, kamu bisa mengalami whiplash emosional”. Butler sendiri mengaku sempat dirawat di rumah sakit dan “tidur di ranjang selama seminggu” usai syuting kerana kelelahan ekstrem.
5. Adrien Brody (Władysław Szpilman (The Pianist, 2002)

Adrien Brody mungkin menjadi contoh ekstrem dari sebuah akting yang memengaruhi kesehatan mental. Untuk memainkan peran Władysław Szpilman dalam The Pianist Ia rela menurunkan berat badan secara drastis, pindah ke Eropa, dan memutuskan kontak sosial demi memahami penderitaan korban Holocaust.
Setelah film selesai, Brody mengalami gangguan makan, depresi selama setahun penuh, PTSD, dan kehilangan identitas. Ia bahkan mengaku belum sepenuhnya pulih hingga bertahun-tahun kemudian.
Baca Juga: Siap Tayang! Sony Umumkan The Karate Kid : Legends Siap Rilis di 30 Mei 2025
Dampak dan Pemulihan
Pengalaman para pemeran film, mengilustrasikan bagaimana akting intens bisa meninggalkan jejak psikologis serius. Seorang psikolog menyatakan bahwa membangkitkan emosi kuat secara berulang bisa membuat pikiran aktor menganggap apa yang dirasakannya sebagai nyata. Hasilnya, ketika syuting selesai aktor bisa merasa kosong dan putus asa. Aktris Tatjana Anders menggambarkan perannya yang menuntut sebagai “rollercoaster emosi” hingga berakhir lelah sekali. Banyak aktor mengakui perlu rehab emosional setelah syuting; Michael B. Jordan bahkan terang-terangan pergi terapi. Austin Butler terus berlatih suara Elvis hingga setelah syuting, harus memanggil terapis bicara untuk “melepas” karakter.
Sederet perolehan nominasi dan juga penghargaan film, merupakan sebuah hal yang sering dipuji, sisi gelapnya adalah risiko kesehatan mental bagi para aktor. Studi terbaru mengonfirmasi bahwa penghayatan peran bisa merombak identitas aktor. Banyak aktor top membuktikan hal ini: mereka menderita insomnia, gangguan makan, depresi, flashback traumatis, atau butuh terapi berat setelah selesai syuting.
Berbagai wawancara dan laporan media menegaskan bahwa produser dan sutradara perlu menyadari beban emosional ini, dan aktor mungkin membutuhkan dukungan psikologis khusus setelah memerankan karakter berat.
Di balik akting yang memukau, terdapat jiwa-jiwa yang retak. Peran-peran ekstrem yang menghiasi layar lebar tidak jarang meninggalkan luka yang dalam dan tak terlihat. Sementara industri terus melaju, penting bagi kita untuk bertanya, seberapa besar nilai sebuah film, jika ia menghancurkan orang-orang yang membuatnya hidup?