SODACAN – Efek rumah kaca bukan hanya istilah yang dikenal sebagai fenomena pemanasan global akibat gas-gas emisi berlebih. Band dari Indonesia, Efek Rumah Kaca juga dikenal sebagai band yang membawa hawa panas ke dalam industri musik tanah air, bukan karena kontroversi, melainkan karena keberanian mereka menyuarakan isu-isu sosial, politik, dan lingkungan lewat musik.
Dilansir dari website superlive.id Efek Rumah Kaca (ERK) Berdiri pada tahun 2001, Efek Rumah Kaca berawal dari gagasan Cholil Mahmud, Adrian Yunan Faisal, Hendra dan Sita yang ingin memulai bermusik dan sepakat untuk membuat band bersama. Selang beberapa waktu, Akbar Bagus Sudibyo ikut bergabung ke dalam band Efek Rumah Kaca setelah diperkenalkan oleh teman mereka.
Dalam podcastnya dengan volix media, Akbar bagus sudibyo mengungkapkan bahwa, sebelum menggunakan Efek Rumah Kaca sebagai nama band, mereka sebelumnya menggunakan nama nama lain. Pada awal mereka berkarya, mereka menggunakan nama River Maya, namun nama tersebut sudah digunakan oleh band lain. Nama River Maya, kemudian mereka ganti menjadi hush dan berganti lagi menjadi superego. Akhirnya mereka berganti nama lagi dan tetap mereka gunakan sampai sekarang, Efek Rumah Kaca, nama yang mereka ambil dari salah satu lagu dalam album mereka.
Album pertama mereka yang rilis pada 2007 langsung menggebrak dengan lagu seperti Di Udara (tentang pembunuhan aktivis HAM Munir) dan Cinta Melulu (kritik terhadap banalitas tema cinta dalam industri musik Indonesia). ERK dengan cepat mendapat tempat di hati pendengar yang haus akan musik yang tidak sekadar enak didengar, tapi juga sarat makna.

Lagu-lagu ERK tidak sekadar enak didengar, tetapi juga mengajak pendengarnya berpikir. Dalam lagu berjudul “Di Udara”, mereka mempersembahkan penghormatan kepada Munir, aktivis HAM yang dibunuh secara misterius. Lagu ini menjadi bentuk protes terhadap ketidakadilan dan ketertutupan informasi. Lagu lainnya, “Sebelah Mata”, mengangkat mengenai isu disabilitas dan keterpinggiran.
Baca Juga: Musik Wijaya 80 Buktikan Gaya Musik Jadul Masih Bisa Trending!
ERK menggunakan musik sebagai panggung perlawanan. Mereka menolak tunduk pada selera pasar dan memilih untuk menyampaikan narasi alternatif, tentang keberanian, tentang luka kolektif, dan tentang harapan. Dalam setiap album, mereka menyematkan semangat aktivisme, menjadikan lirik sebagai senjata dan nada sebagai kendaraan untuk menyampaikan suara-suara yang kerap dibungkam.
Efek Rumah Kaca menjadi band yang melawan arus. Di saat mayoritas industri musik memilih bermain aman dengan tema cinta yang bisa dijual dengan mudah, ERK justru menjauhi lagu “cinta melulu.” Mereka memilih menyuarakan isu yang tidak populer, namun penting.