SODACAN – Zaman sekarang, musik bukan hanya jadi hiburan buat Gen Z, musik sudah seperti sahabat dekat yang selalu ada di tiap momen. Generasi yang lahir di era internet ini tumbuh bareng teknologi, media sosial, dan platform streaming. Nggak heran kalau hubungan mereka sama musik jadi super personal dan cepat banget nyambung. Tapi, kenapa ya Gen Z gampang banget ngerasa “ini lagu aku banget”?
Salah satu alasannya adalah karena musik kini sangat mudah diakses. Platform seperti Spotify, YouTube, dan TikTok menyediakan berbagai genre dan lagu dari seluruh dunia hanya dengan satu klik. Ini memungkinkan Gen Z mengeksplorasi musik sesuai dengan suasana hati, latar belakang budaya, hingga nilai-nilai yang mereka anut. Dengan algoritma yang mampu menyesuaikan selera pendengar, musik pun menjadi bagian dari keseharian yang terasa ‘aku banget’.
Selain itu, lirik-lirik lagu sekarang sering kali menyentuh beberapa hal yang dekat dengan keseharian Gen Z seperti jatuh cinta, kesehatan mental, self-love, keresahan sosial, dan pencarian jati diri. Musik indie, pop alternatif, hingga hip-hop modern kerap menyisipkan narasi yang autentik dan emosional, menciptakan koneksi yang kuat antara artis dan pendengarnya. Gen Z cenderung menghargai kejujuran dan ekspresi diri, dua elemen yang kini banyak ditemukan dalam musik.
Baca Juga: Gen Z dan Milenial Paling Dekat dengan Media Podcast, Kok Bisa?
Peran media sosial juga tidak bisa dipisahkan. Lewat TikTok atau Instagram Reels, banyak lagu viral karena dipakai dalam video pendek yang menghibur, menyentuh, atau lucu. Lagu yang awalnya tidak dikenal bisa meledak dalam semalam karena dipadukan dengan momen yang relatable. Proses ini mempercepat hubungan emosional antara musik dan pengguna.
Tak hanya sebagai pendengar, Gen Z juga menjadi kreator musik. Dengan teknologi yang semakin terjangkau, banyak dari mereka membuat dan membagikan karya sendiri. Musik menjadi media ekspresi sekaligus sarana membangun komunitas.
Jadi, kenapa Gen Z gampang relate sama musik? Karena musik saat ini lebih dari sekadar bunyi melainkan ahasa emosional yang fleksibel, ekspresif, dan selalu hadir di ruang digital mereka. Musik memahami mereka, dan mereka merasa dipahami. Sebuah simbiosis yang unik antara generasi dan zaman.
